Pagi telah tiba bersama dengan terbitnya matahari dari ufuk timur langit. Senandung lirih dari burung burung yang bernyanyi seakan memberitahukan tempat ini sunyi damai dan tentram. Makhluk hidup lainnya juga tidak kalah menarik menampakan dirinya, seperti seakan berkata ‘Aku Ada’. Aktifitas ringan dari manusia juga sudah dimulai, dengan adanya yang hilir mudik memberikan waktu terbaiknya. Dimulai dengan melangkahkan kaki melewati beberapa sawah dan ladang, tiba di depan pintu gerbang Taman Nasional Gunung Ciremai. Begitu anggun pemandangan yang bisa disaksikan dari pos pintu gerbang, hamparan sawah dan bukit disekitarnya semuanya disajikan di ketinggian 1100 mdpl. Ya inilah pendakian gunung ciremai melalui jalur palutungan akan dimulai. Beberapa saat jalan setapak dilalui dengan kiri kanan pohon pinus, tidak ada sesuatu yang menarik berjalan sembari menikmati pemandangan. Istirahat itu pilihan untuk menikmati pemandangan. Dalam diam semua yang menyaksikan hutan tropis tersebut terhipnotis seakan bertanya, ‘Dimanakah aku berada?’. Tidak lain dan tidak bukan hutan ini seperti di sihir, ada keajaiban disini. PenciptaanNya begitu agung. Istirahat kita sudah sampai disini saat kaki sudah ingin segera melangkahkan kaki. Begitu semangatnya kaki melangkah pergi membawa aku. Pendengaran akan suara burung semakin banyak, sesekali mereka menampakan diri di batang pohon seperti menampilkan sesosok keanggunan dari bulunya. Siapa yang tidak terpesona untuk sekedar melihat dan melihat lebih dekat. Canda canda ringan dari beberapa teman aku juga turut berpatisipasi di pagi yang sunyi itu, mereka juga para pendaki yang sudah sering melakukan perjalanan. Hal ini memudahkan dengan pengalaman mereka. Mereka adalah arif, ridwan, arya, gilang dan sari. Semangat dan tekad mereka membuat tim pendakian jadi bertambah dan semakin bertambah setiap langkahnya. Setiap langkah adalah doa dan harapan, begitu yang tersirat dalam pikiranku. Dengan diawali niat baik bersama saya siap melihat keindahan, keelokan dan kesempurnaan yang Allah ciptakan. Perlahan siang menjelang ditandai matahari yang berada diatas kepala, angin mulai berhembus kencang. Tanda waktu makan siang untuk yang akan beraktifitas lebih berat, makan siang ini di bumbui oleh rasa kebersamaan dan berbagi. Tidak banyak hanya sekedar sesuatu yang instan, mungkin hanya bisa menahan lapar hingga sore. Langkah demi langkah aku sudah banyak melangkah, tapi tak kunjung juga menemukan tempat untuk bertenda. Waktu semakin petang, sampai matahari tidak lagi menembus masuk ke dalam hutan tropis ini. Pukul 16.00 lapar dan kantuk mulai menghampiri, seakan memberi tanda bahwa kita sudahi saja perjalanan hari ini. Tidak juga menemukan tempat bertenda lalu aku dan teman teman beristirahat membuka kembali perbekalan seadanya mengisi tenaga. Air mulai membasahi sisi kerongkongan ku yang kering hingga, tidak ada lagi yang bisa dibasahi selain kerongkongan karena tubuh sudah basah dengan keringat. Kembali ada tenaga tambahan melanjutkan perjalanan, sedikit saja kami melangkah dan menemukan tempat yang cukup luas untuk menginap disini. Tidak ada tanda tanda kehidupan, sangat sepi dan tidak terlalu terbuka. Lahan seluas lapangan futsal itu aku jadikan tempat bermalam dan memberikan hak kepada tubuhku. Semua tim sibuk untuk memberikan yang terbaik terhadap rumah sementara kita, kita membagi tugas kepada masing masing agar larut dalam suasana alam yang mana disini kita harus membunuh waktu sebelum hari menjadi gelap. Malam datang dan membuat aku semakin terbiasa melakukan suatu aktifitas dengan lampu kecil, lampu inilah yang menjadi sumber penerangan. Lampu yang akan bekerja lebih keras untuk kita, dengannya kita mampu melihat canda tawa dan ekspresi teman. Jika lampu tersebut dimatikan maka yang terlihat hanyalah gelap, hanya langit yang dapat menerangi malam itu. Dingin, ya disini dingin sekali. Sesekali sibuk mengatur nafas menghindari kita termangu dalam dingin. Seolah tubuh merespon adanya hawa dingin yang tidak biasa tersebut. Inilah tempat ketinggian yang bukan pada umumnya, tempat yang sejuk. Bahkan merebus air pun akan kembali dingin dengan waktu yang cepat. Kembali beristirahat adalah cara terbaik untuk mensyukuri nikmatNya, setelah kita meminta kewajiban dari fungsi fungsi tubuh kita maka kita juga wajib memberikan haknya untuk beristirahat. Mengingat hari esok pendakian menuju puncak dimulai sebelum fajar menyongsong. Pukul 20.00 sudah waktunya tidur, tidur lebih awal lebih baik daripada membiarkan tubuh ini mengeluh menerima hawa dingin yang menusuk. Pendakian puncak dimulai pada pukul 03:30, yang dimana kita semua telah menyiapkan peralatan yang sudah dibawa menuju puncak Ciremai. Puncak, puncak dan puncak. Tekad aku semakin tinggi untuk mencapai kesana, tubuh juga sudah lebih baik setelah beristirahat. Langkah kaki di tengah kegelapan semakin bertempo tinggi melihat tanjakan juga semakin banyak yang sudah dilalui. Dingin yang menyelimuti seolah kalah dengan adanya pergerakan yang cepat. Keringat yang membasahi tubuh juga menghangatkan tubuh yang sudah dingin. Naluri aku semakin menderu deru berada di tanjakan, di bawah sana terlihat lampu lampu rumah yang begitu kecil seolah mengingatkan aku sedang berada di ketinggian 2500 mdpl. Nafas terasa terengah engah dan semakin sulit untuk bernafas. Pandanganku menuju ke timur melihat sesosok benda yang besar dan terang mengagetkanku saat itu. Ya benar itulah matahari, dia terbit di ufuk timur. Membuat hati semakin bersemangat kembali melihatnya dari ketinggian 2900 mdpl. Menghabiskan kegelapan di ruang ini, dan tidak bosan dia selalu menerangi dan menghangatkan bumi ini. Sungguh indah ciptaan Tuhan, kau begitu sempurna matahari. Engkau membuat keseimbangan dalam hidup,menjadikan gelap dan terang. Sesaat puncak telah hadir di sisi ku, membawa aku larut dalam semangat baru. Inilah INDONESIA, negeri yang kaya. Negeri yang selalu menjadi tujuan wisata mancanegara untuk dapat menyaksikannya keindahan alamnya. Puncak Ciremai menggambarkan ketulusan dan keikhlasan dalam suatu perjuangan. Kawah yang menyajikan perpaduan warna hijau dan putih, ditambah coklat dari bebatuan. Di sisi lain kita dapat melihat matahari dengan warna orange, langit yang biru dan awan yang menggumpul membentuk tipis disekitar kita. Ajaib benar adanya seperti ini, berirama seakan mereka memberikan pemandangan tersebut tanpa pamrih. Semuanya bisa di nikmati di pagi ini, cukup dengan pagi yang indah. Seolah aku ingin mengambil sedikit saja untuk di dalam rumahku, tapi bisa apa aku ini mengambil keindahan untuk khalayak ramai. Biarlah kusimpan dalam bentuk foto, agar mereka tetap terjaga keindahannya.
0 Comments
|